Selasa, 13 April 2010

Nyeri Haid

Sangat bisa dipahami bagaimana nyeri yang menyerang membuat menderita bahkan mengganggu kelancaran aktivitas keseharian.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh asisten profesor epidemiologi di University of Michigan of Public Health bernama Sioban D. Harlow mengemukakan, bahwa wanita perokok dan wanita yang memiliki berat tubuh jauh di atas ideal memiliki potensi mengalami rasa nyeri yang lebih tinggi.

Ada beberapa cara yang dapat Anda terapkan untuk mengurangi nyeri perut saat haid:

  • Minum pereda nyeri berupa obat anti inflamasi yang memiliki kandungan seperti asam mefenamat atau ibuprofen. Namun, hati-hati bagi mereka yang memiliki riwayat gangguan ginjal atau lambung. Konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter anda. Minum obat sesaat setelah makan dapat mencegah nyeri lambung.
  • Tempatkan bantal hangat atau botol isi air hangat pada bagian punggung atau perut.Mandi air hangat juga dapat mengurangi rasa nyeri.
  • Istirahat jika diperlukan
  • Hindari makanan yang mengandung kafein.

Selain kiat instan diatas, masih ada beberapa cara yang sebaiknya dilakukan secara teratur dan disiplin secara konsisten:

  • Hindari merokok dan minum alkohol
  • Menjaga berat badan tetap normal
  • Pijat bagian punggung dan perut
  • Lakukan olah raga secara teratur. Wanita yang secara rutin olah raga biasanya tidak terlalu mengalami nyeri haid.
Bagaimanapun, penting diketahui jika cara-cara tersebut tidak dapat mengurangi nyeri haid, Anda dapat menghubungi dokter untuk memberikan Anda resep obat atau pereda nyeri lainnya ataupun terapi kontrasepsi oral.

Keputihan dan Menstruasi

Keadaan keputihan sering hadir bersamaan dengan kondisi keputihan. Namun, pada dasarnya kondisi keputihan terjadi oleh 2 kategori. Keputihan dapat timbul dari berbagai keadaan, yaitu secara fisiologis/normal dan secara patologis.

Kondisi yang dimaksud dengan keputihan fisiologis adalah keputihan yang normal terjadi akibat perubahan hormonal, seperti menjelang atau setelah menstruasi, stres, kehamilan, dan pemakaian kontrasepsi.

Sementara keadaan keputihan patologis adalah keputihan yang timbul akibat kondisi medis tertentu dengan penyebab tersering adalah akibat infeksi parasit/jamur/bakteri.

Dengan demikian jelas, bahwa keluarnya cairan vagina setelah periode menstruasi merupakan hal yang wajar ditemukan. Selama cairan tersebut tampak bening (tidak berwarna), tidak berbau, tidak banyak, dan tidak menimbulkan keluhan seperti rasa gatal atau terbakar pada kemaluan, maka Anda tidak perlu merasa khawatir.

Satu hal penting yang perlu diingat untuk dilakukan adalah dengan lebih menjaga kebersihan dan kekeringan daerah kemaluan istri Anda dengan sering mengganti celana dalam apabila berkeringat atau lembab.

Hindari penggunaan celana ketat yang terbuat dari bahan yang tidak menyerap keringat. Apabila ingin menggunakan panty liner pilihlah yang tidak mengandung pengharum dan tidak digunakan selama lebih dari 4-6 jam.

Hindari pula penggunaan produk pembersih kemaluan yang dapat menyebabkan perubahan keasaman dan keseimbangan bakteri dalam liang kemaluan Anda. Dan apabila hendak membilas setelah buang air kecil, lakukanlah dengan arah dari depan ke belakang menggunakan handuk.

Apabila cairan yang keluar tampak berwarna, berbau, bahkan mulai menimbulkan keluhan yang mengganggu seperti gatal dan rasa terbakar pada kemaluan, segera periksakan kondisi Anda ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan.

Bagaimanapun, evaluasi sebaiknya tetap dilakukan untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab keluarnya cairan dari vagina tersebut. Cairan tersebut akan diambil untuk diperiksa menggunakan mikroskop. Apabila benar ditemukan adanya infeksi, dokter akan memberikan terapi antikuman yang disesuaikan dengan kuman penyebabnya

Normalkah Nyeri Haid?

Proses menstruasi acapkali diiringi oleh rasa nyeri. Tidak jarang juga hingga nyeri yang dialami membuat urusan kesibukan sehari-hari menjadi terganggu. Namun dibalik rasa nyeri tersebut, apakah sensasi tersebut merupakan sinyal gangguan yang berujung kepada sesuatu yang membahayakan?

Nyeri perut bawah yang seringkali dirasakan menjelang haid sebenarnya wajar terjadi. Namun bagaimanapun, sensasi nyeri haid yang ada dalam beberapa kasus merupakan kemungkinan akibat adanya gangguan dari sistem reproduksi wanita yang dikenal dengan istilah dismenore sekunder.

Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan keluhan serupa dengan nyeri haid diantaranya:

  1. Endometriosis

Endometriosis merupakan suatu kondisi dimana jaringan yang melapisi uterus yaitu endometrium ditemukan diluar uterus.

  1. Penyakit Radang Panggul

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang dimulai dari uterus dan dapat menyebar ke organ reproduksi lainnya.

  1. Stenosis Serviks

Kondisi ini dikenal juga sebagai penyempitan leher rahim. Gangguan ini sering disebabkan oleh adanya jaringan parut.

  1. Tumor (fibroids)

Atau perkembangbiakkan dari dinding dalam uterus

Kemudian bagaimana caranya untuk mengetahui nyeri haid yang dialami adalah tergolong nyeri haid yang normal atau bermasalah?

Jika nyeri haid timbul lebih lama dari 2-3 hari dan terasa sangat berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, Anda patut mencurigai adanya gangguan yang mendasarinya dan segera memeriksakan ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan.

Untuk sensasi nyeri yang dirasakan berlangsung selama kurang dari 2-3 hari, Anda tidak perlu khawatir mengenai hal tersebut.

Kenapa Bisa Nyeri?

Pada umumnya wanita merasakan nyeri atau kram perut menjelang haid yang dapat berlangsung hingga 2-3 hari, dimulai sehari sebelum mulai menstruasi. Jika Anda telah mengalami nyeri haid ini sejak pertama kali menstruasi, hal ini disebut dismenore primer, dan merupakan hal yang normal atau fisiologis. Nyeri perut saat haid atau dismenoreae yang dirasakan setiap wanita berbeda-beda, ada yang merasa sedikit terganggu namun ada yang merasa sangat terganggu hingga tidak dapat menjalankan aktivitas.

Namun tahukah Anda apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh setiap wanita ketika merasakan nyeri perut saat haid?

Selama siklus haid, endometrium (otot rahim) akan menebal untuk mempersiapkan kehamilan. Setelah ovulasi (pelepasan telur), jika ovum (telur) tidak dibuahi sperma maka tidak akan terjadi kehamilan, sehingga jaringan pada uterus (rahim) yang menumpuk tidak lagi dibutuhkan dan harus dibuang. Maka kemudian timbul haid.

Selama periode haid, terjadi pelepasan hormon prostaglandin dan mediator inflamasi yang akan merangsang uterus untuk berkontraksi. Ketika terjadi kontraksi otot uterus, pembuluh darah sekitarnya akan ikut mengecil secara teratur sehingga terjadi pengurangan pasokan darah ke jaringan endometrium dan kemudian kemudian jaringan menjadi rusak dan mati. Kontraksi uterus kemudian berlanjut sehingga ikut memeras jaringan endometrium yang sudah tua dan mati keluar melalui serviks (leher rahim) menuju vagina. Kontraksi uterus dan kurangya pasokan oksigen sementara di jaringan sekitar ikut bertanggunjawab akan timbulnya nyeri atau kram perut yang dialami selama haid. Wanita yang memiliki kadar hormon prostaglandin yang tinggi akan mengalami kontraksi uterus yang lebih kuat, sehingga selanjutnya akan merasakan sakit perut yang lebih hebat. Selain bertanggunjawab terhadap timbulnya nyeri perut, prostaglandin juga dapat bertanggunjawab terhadap keluhan muntah, diare, dan sakit kepala yang seringkali terjadi saat haid.

Siklus Haid dibagi menjadi 4 tahap:

  • Pertama ovum (telur) matang di dalam ovarium (1),
  • kemudian terjadi ovulasi (pelepasan telur) (2),
  • telur akan berjalan melalui tuba falopi (saluran telur) sembari menunggu datangnya sperma untuk terjadi fertilisasi (pembuahan) (3).
  • Jika telur tidak dibuahi, makan akan diluruhkan sejalan dengan aliran darah haid. (4)

Pola Makan Saat Menstruasi

Pola makan diyakini membawa pengaruh pada siklus haid. Selain pentingnya pemilihan kandungan nutrisi dan asupan gizi, pola makan yang teratur dan bik memberikan banyak keuntungan serta kebaikan kepada tubuh secara menyeluruh ketika haid maupun tidak ketika haid.

Makanlah dalam porsi kecil dan lebih sering, agar tidak menyebabkan perasaan tidak nyaman pada perut namun tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Konsumsi makanan yang sehat seperti buah-buahan segar, sayur, gandum dan tinggalkan junk food dan makanan berlemak

Terpenting diatas segalanya adlah asupan nutrisi dan gizi. Karena status kualitas dari asupan nutrisi dan gizi mempengaruhi kinerja kalenjar hipotalamus yang memiliki peran mengendalikan kelancaran siklus haid yang ada.

Bagaimanapun lakukanlah pola makan secara teratur. Apapun yang berlebihan tidak baik. Makan terlalu sering ataupun makan terlalu jarang karena dalam diet yang ekstrim tidak memberikan kebaikan apapun pada tubuh.

Seperti halnya pola makan, jika terdapat ketidakseimbangan dalam pola asupan dan kualitas gizi, maka akan berpengaruh pada kelancaran siklus haid pula. Bahkan ketidakseimbangan tersebut memberikan dampak pula pada terhentinya siklus sama sekali (amenoreae).

Menoragia

Siklus menstruasi yang normal berlangsung antara 21-35 hari, selama 2-8 hari dengan jumlah darah haid sekitar 25-80 ml/hari. Menoragia merupakan suatu kelainan menstruasi dimana perdarahan menstruasi lebih dari 80ml/hari pada siklus yang normal. Sementara menstruasi yang berlangsung lebih dari 7 hari disebut sebagai hipermenorrea.

Menstruasi yang berlangsung berkepanjangan dengan jumlah darah yang terlalu banyak untuk dikeluarkan setiap harinya dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak darah sehingga memicu terjadinya anemia. Gejala-gejala yang timbul akibat anemia diantaranya adalah napas menjadi lebih pendek, mudah lelah, jari tangan dan kaki menjadi kebas, sakit kepala, depresi, konsentrasi menurun, dll.

Penderita menoragia dapat mengalami beberapa gejala seperti:
  • pasien perlu mengganti pembalut hampir setiap jam selama beberapa hari berturut-turut
  • perlunya mengganti pembalut di malam hari atau pembalut ganda di malam hari
  • menstruasi berlangsung lebih dari 7 hari
  • darah menstruasi dapat berupa gumpalan-gumpalan darah
  • terdapat tanda-tanda anemia, seperti napas lebih pendek, mudah lelah, pucat, kurang konsentrasi, dll.

Penyebab
Timbulnya perdarahan yang berlebihan saat terjadinya menstruasi (menorragia) dapat terjadi akibat beberapa hal, diantaranya:

a. adanya kelainan organik :

  • infeksi saluran reporduksi
  • kelainan koagulasi, misal : akibat von willebrand disease, kekurangan protrombin, idiopatik trombositopenia purpura (ITP), dll
  • Disfungsi organ yang menyebabkan terjadinya menoragia seperti gagal hepar atau gagal ginjal. Penyakit hati kronik dapat menyebabkan gangguan dalam menghasilkan faktor pembekuan darah dan menurunkan hormon estrogen.

b. Kelainan hormon endokrin misal akibat kelainan kelenjar tiroid dan kelenjar adrenal, tumor pituitari, siklus anovulasi, Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS), kegemukan, dll

c. Kelainan anatomi rahim seperti adanya mioma uteri, polip endometrium, hiperplasia endometrium, kanker dinding rahim dan lain sebagainya.

d. Iatrogenik : misal akibat pemakaian IUD, hormon steroid, obat-obatan kemoterapi, obat-obatan anti-inflamasidan obat-obatan antikoagulan

Pengobatan
Pengobatan menorrhagia sangat tergantung kepada penyebabnya. Untuk memastikan penyebabnya, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan darah, tes pap smear, biopsi dinding rahim, pemeriksaan USG, dan lain sebagainya. Jika menoragia diikuti oleh adanya anemia, maka zat besi perlu diberikan untuk menormalkan jumlah hemoglobin darah. Terapi zat besi perlu diberikan untuk periode waktu tertentu untuk menggantikan cadangan zat besi dalam tubuh.

Selain itu, menorrhagia juga dapat diterapi dengan pemberian hormon dari luar, terutama untuk menorrhagia yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal. Terapi hormonal yang diberikan iasanya berupa obat kontrasepsi kombinasi atau pill kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron.

Menorrhagia yang terjadi akibat adanya mioma dapat diterapi dengan melakukan terapi hormonal atau dengan pengangkatan mioma dalam rahim baik dengan kuretase ataupun dengan tindakan operasi.

Oligomenorea

Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, dengan lama keluarnya darah haid berlangsung selama 2-8 hari. Tidak semua wanita mengalami siklus menstruasi yang teratur setiap bulannya. Kelainan pada siklus menstruasi dapat berupa polimenorea, oligomenorea ataupun amenorea.

Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami oligomenorea akan mengalami menstruasi yang lebih jarang daripada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus menstruasi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal sebagai amenorea sekunder.

Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan hormon tersebut menyebabkan lamanya siklus menstruasi normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi menjadi lebih jarang terjadi. Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan keseimbaangan hormon dalam tubuh. Disamping itu, oligomenorea dapat juga terjadi pada :
  • Gangguan indung telur, misal : Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS)
  • Stress dan depresi
  • Sakit kronik
  • Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
  • Penurunan berat badan berlebihan
  • Olahraga berlebihan, misal atlit
  • Adanya tumor yang melepaskan estrogen
  • Adanya kelainan pada struktur rahim atau serviks yang menghambat pengeluaran darah menstruasi
  • Penggunaan obat-obatan tertentu
  • dsb
umumnya oligomenorea tidak menyebabkan masalah, namun pada beberapa kasus oligomenorea dapat menyebabkan gangguan kesuburan.
Pemeriksaan ke dokter kandungan harus segera dilakukan ketika oligomenorea sudah berlangsung lebih dari 3 bulan dan mulai menimbulkan gangguan kesuburan.

Pengobatan
Pengobatan yang diberikan kepada penderita oligomenorea akan disesuaikan dengan penyebabnya. Oligomenorea yang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah haid pertama dan oligomenorea yang terjadi menjelang menopause tidak memerlukan pengobatan yang khusus. Sementara oligomenorea yang terjadi pada atlet dapat diatasi dengan mengubah pola latihan dan mengubah pola makan hingga didapatkan siklus menstruasi yang reguler kembali.

Pada umumnya, disamping mengatasi faktor yang menjadi penyebab timbulnya ligomenorea, penderita oligomenorea juga akan diterapi dengan menggunakan terapi hormon, diantaranya dengan mengkonsumsi obat kontrasepsi. Jenis hormon yang diberikan akan disesuaikan dengan jenis hormon yang mengalami penurunan dalam tubuh (yang tidak seimbang). Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.

Polimenorea

Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, dengan lama keluarnya darah haid berlangsung selama 2-8 hari. Tidak semua wanita mengalami siklus menstruasi yang teratur setiap bulannya. Kelainan pada siklus menstruasi dapat berupa polimenorea, oligomenorea ataupun amenorea.

Ketika seorang wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih sering (siklus menstruasi yang lebih singkat dari 21 hari), hal ini dikenal dengan istilah polimenorea. Wanita dengan polimenorea akan mengalami menstruasi hingga dua kali atau lebih dalam sebulan, dengan pola yang teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih banyak dari biasanya. Polimenorea harus dapat dibedakan dari metroragia. Metroragia merupakan suatu perdarahan iregular yang terjadi di anatara dua waktu menstruasi. Pada metroragia menstruasi terjadi dalam waktu yang lebih singkat dengan darah yang dikeluarkan lebih sedikit.

Penyebab
Timbulnya menstruasi yang lebih sering ini tentunya akan menimbulkan kekhawatiran pada wanita yang mengalaminya. Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan sistem hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Ketidak seimbangan hormon tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses ovulasi (pelepasan sel telur) atau memendeknya waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu siklus menstruasi normal sehingga didapatkan menstruasi yang lebih sering. Gangguan keseimbangan hormon dapat terjadi pada :

- Pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama
- Beberapa tahun menjelang menopause
- Gangguan indung telur
- Stress dan depresi
- Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
- Penurunan berat badan berlebihan
- Obesitas
- Olahraga berlebihan, misal atlit
- Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan, aspirin, NSAID, dll
- dsb

Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu, polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan keturunan.

Pengobatan
Tujuan terapi pada penderita polimenorea adalah mengontrol perdarahan, mencegah perdarahan berulang, mencegah komplikasi, mengembalikan kekurangan zat besi dalam tubuh, dan menjaga kesuburan. Untuk polimenorea yang berlangsung dalam jangka waktu lama, terapi yang diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan, dan pilihan kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk terapinya. Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.

Amenorea

Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat (lihat artikel menstruasi). Amenorea sendiri terbagi dua, yaitu:

  1. Amenorea primer

Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada wanita usia 16 tahun. Amenorea primer terjadi pada 0.1 – 2.5% wanita usia reproduksi

  1. Amenorea sekunder

Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus oligomenorea ), atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 – 5%

Penyebab

Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:

  • Pubertas terlambat
  • Kegagalan dari fungsi indung telur
  • Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina)
  • Gangguan pada susunan saraf pusat
  • Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi dapat dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal

Gambar 1. Himen Imperforata

Penyebab terbanyak dari amenorea sekunder adalah kehamilan, setelah kehamilan, menyusui, dan penggunaan metode kontrasepsi disingkirkan, maka penyebab lainnya adalah:

  • Stress dan depresi
  • Nutrisi yang kurang, penurunan berat badan berlebihan, olahraga berlebihan, obesitas
  • Gangguan hipotalamus dan hipofisis
  • Gangguan indung telur
  • Obat-obatan
  • Penyakit kronik dan Sindrom Asherman


Gambar 2. Komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur

Tanda dan gejala

Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun, dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara, perkembangan rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak mendapatkan menstruasi padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya amenorea. Perkembangan pubertas pada wanita normal digambarkan melalui Stadium Tanner yaitu :

Usia

Perkembangan
Payudara

Perkembangan
Rambut Pubis

Stadium Tanner
(Perkembangan Payudara)

Stadium Tanner
(perkembangan rambut Pubis)

Pertumbuhan Awal
(8-10 tahun)

Papila payudara
mulai menggunung

Belum ada rambut pubis

1

1

Thelarche (9-11)

Seperti Adrenarche
untuk Stadium 2

Seperti Adrenarche
untuk Stadium 2

2

1

Adrenarche (9-11)

2

2

Puncak Pertumbuhan
(11-13)

3

3

Menarche
(12-14)

4

4

Dewasa
(13-16)

5

6

Pemeriksaan Penunjang

Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH.

Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen / Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium dalam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.

Terapi

Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan saraf pusat.

A. Saluran reproduksi

  1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen
  2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil)
  3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft
  4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak)
  5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim
  1. Gangguan Indung Telur
  1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual
  2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun
  3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal
  1. Gangguan Susunan Saraf Pusat
  1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor
  2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya
  3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater

Sindrom Pra-menstruasi

Sindrom pre-menstruasi atau yang lebih dikenal dengan PMS (pre-menstruation syndrome) merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis dan emosi yang terkait dengan proses terjadinya siklus menstruasi wanita. Sekitar 80% - 95% persen perempuan pada usia melahirkan mengalami gejala-gejala pramenstruasi yang dapat mengganggu beberapa aspek dalam kehidupannya.

Gejala tersebut dapat diprediksi. Acapkali terjadi secara regular pada dua minggu periode sebelum menstruasi. Hal ini dapat hilang begitu dimulainya pendarahan, namun dapat pula berlanjut setelahnya. Sebagian kecil dari kalangan wanita antara usia 20 hingga 35 tahun dapat mengalami sindrom pra-menstruasi dengan sangat hebat pengaruhnya. Terkadang mengharuskan mereka beristirahat dari kesibukan rutinitias hariannya.

Gangguan kesehatan berupa pusing, depresi, perasaan sensitif berlebihan. Gejala tersebut terjadi sekitar dua minggu sebelum haid dan seringkali dianggap hal yang lumrah bagi wanita usia produktif.

Menurut suatu penelitian, sekitar 40% kaum wanita yang berada usia kisaran 14 - 50 tahun mengalami sindrom pra-menstruasi. Bahkan survey tahun 1982 di Amerika Serikat menunjukkan, PMS dialami 50% wanita dengan sosio-ekonomi menengah yang datang ke klinik ginekologi.

PMS memang kumpulan gejala akibat perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus saat ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium) dan haid. Sindrom ini akan menghilang pada saat menstruasi dimulai sampai beberapa hari setelah selesai haid.

Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Teori lain bilang, karena hormon estrogen yang berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan lain, itu berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita.

Sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang memiliki kepekaan terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya PMS.

    Pertama, wanita yang pernah melahirkan (PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima).

    Kedua, status perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum).

    Ketiga, usia (PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30 - 45 tahun).

    Keempat, stres (faktor stres memperberat gangguan PMS).

    Kelima, diet (faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala PMS).

    Keenam, kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala PMS.

    Ketujuh, kegiatan fisik (kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS).

Kenali jenis macam PMS
Tipe dan gejalanya Tipe PMS bermacam-macam. Dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen gangguan PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C 40%, dan PMS D 20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan.

Setiap tipe memiliki gejalanya sendiri:

    PMS tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi.

    PMS tipe H (hyperhydration) memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.

    PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.

    PMS tipe D(depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari selururh tipe PMS benar-benar murni tipe D.

    PMS tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.

Ada pula kram perut Pada hari pertama atau satu hari menjelang datang bulan, banyak wanita yang mengeluh sakit perut atau tepatnya kram perut. Gangguan kram perut ini tidak termasuk PMS walaupun ada kalanya bersamaan dengan gejala PMS.

Kram pada waktu haid atau nyeri haid merupakan suatu gejala yang paling sering. Gangguan nyeri yang hebat, atau dinamakan dismenorea, seringkali derita ini sangat mengganggu aktivitas wanita, bahkan mengharuskan penderita beristirahat ataupun sampai meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam atau beberapa hari.

Dismenorea memang bukan PMS. Dismenorea primer umumnya tidak ada hubungannya dengan kelainan pada organ reproduksi wanita dan hanya terjadi sehari sebelum haid atau hari pertama haid. Nyeri perut ini juga tidak ada hubungannya dengen PMS yang mulai terasa 10 - 14 hari sebelum haid. Gejala malah hilang begitu haid datang. Kalau dismenorea membaik atau bahkan hilang sama sekali setelah seseorang melahirkan, tidak demikian dengan PMS. Wanita yang pernah melahirkan malah berisiko lebih tinggi menderita PMS.

Untuk mengatasi PMS, biasanya dokter memberikan pengobatan diuretika untuk mengatasi retensi cairan atau edema (pembengkakan) pada kaki dan tangan. Pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8 - 10 hari sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen. Pemberian hormon testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai tablet isap dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen.

Fisiologi Haid

Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel dengan pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas menstruasi merupakan salah satu alasan seorang wanita berobat ke dokter.

Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang ekstrim (setelah menarche dan menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.

Gambar 1. Kompleks Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium

Siklus Menstruasi Normal

Sikuls menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium (indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu siklus folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi.

Perubahan di dalam rahim merupakan respon terhadap perubahan hormonal. Rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot rehim, terletak di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium adalah lapisan yangn berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian endometrium disebut desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai desidua basalis.

Gejala Haid

roses alamiah menstruasi terjadi pada setiap wanita yang beranjak dewasa. Proses menstruasi diiringi oleh beberapa indikasi yang terjadi pada tubuh.

Perubahan fisiologis dalam tubuh wanita secara berkala ini dipengaruhi oleh hormon reproduksi.

Untuk beberapa kasus, terdapat indikasi-indikasi atau gejala-gejala yang signifikan muncul seiring dengan proses menstruasi, antara lain:

  • Perut terasa mulas,
  • Mual,
  • Nyeri ketika buang air kecil,
  • Diiringi meriang atau demam dan peningkatan suhu tubuh,
  • Sakit kepala dan pusing,
  • Keputihan,
  • Radang pada vagina,
  • Gatal-gatal pada kulit,
  • Meningkatnya tempramen emosi,
  • Nyeri dan bengkak pada payudara.

Keluarnya darah dari kelamin merupakan indikasi jelas pada proses menstruasi. Proses menstruasi rata-rata terjadi sekitar selama 2 hari sampai 7 hari. Darah yang keluar rata-rata sebanyak antara kisaran 10ml hingga 80ml per hari.

Gejala-gejala yang ada termasuk kategori normal dialami, kecukupan gizi, pola makan dan gaya hidup sangat memerankan kadar nyeri yang dialami selama proses menstruasi. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan adalah gejala lainnya yang merupakan indikator dari gejala gangguan kesehatan reproduksi.

Beragam gangguan kesehatan haid yang ada dapat dikelompokkan menjadi 2 klasifikasi. Pertama gangguan yang dipengaruhi faktor organ saluran reproduksi, kemudian lainnya adalah dilatarbelakangi oleh faktor gangguan indung telur.

Beragam gangguan kesehatan haid yang ada dapat dikelompokkan menjadi 2 klasifikasi. Pertama gangguan yang dipengaruhi faktor organ saluran reproduksi, kemudian lainnya adalah dilatarbelakangi oleh faktor gangguan indung telur.

A. Saluran reproduksi

  1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen
  2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil)
  3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft
  4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak)
  5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim

B. Gangguan Indung Telur

  1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual
  2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun
  3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal

C. Gangguan Susunan Saraf Pusat

  1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor
  2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya
  3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater.

Definisi Haid

aid atau menstruasi merupakan proses alami yang dialami setiap perempuan. Haid merupakan indikasi dari seorang perempuan siap bereproduksi atau menghasilkan keturunan. Proses ini umumnya terjadi pada saat perempuan memasuki usia 10-12 tahun. Lalu kemudiannya proses haid akan berhenti sama sekali pada saat perempuan memasuki usia 40-50 tahun. Proses berhentinya haid pada usia tersebut dikenal sebagai istilah menopause.

Proses menstruasi adalah terjadinya proses pendarahan yang disebabkan luruhnya dinding rahim sebagai akibat tidak adanya pembuahan. Kondisi sakit atau tidaknya maupun status kelancaran tidaknya menstruasi seseorang dipengaruhi oleh hormon. Namun demikian masih juga ada faktor lainnya, yakni pengaruh faktor psikis.

Proses haid diiringi dengan keadaan keluarnya darah dari kelamin kewanitaan. Dimana proses alamiah ini terjadi rata-rata sekitar selama 2 hari sampai 8 hari. Darah yang keluar rata-rata sebanyak antara kisaran 10ml hingga 80ml per hari. Adapun siklus terjadi menstruasi yang normal adalah rata-rata selama 21-35 hari.

Dalam beberapa kasus, terdapat keadaan proses haid terjadi dengan rentang waktu cukup lama dan intensitas perdarahan lebih dari 80ml/hari, keadaan ini dikenal dengan istilah menoragia. Sementara menstruasi yang berlangsung lebih dari 7 hari disebut sebagai hipermenorrea.

Sebaliknya, terdapat juga kondisi seorang wanita tidak mengalami menstruasi sama sekali, kondisi ini dalam medis dikenal dengan amenoreae.Walau dalam istilah medis tidak mengenal kondisi ‘rahim kering’, namun acapkali keadaan amenoreae sering disalah mengerti dengan keadaan ‘rahim kering’.

Terdapat juga kondisi oligomenorea dimana kondisi ini merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Selain itu terdapat juga keadaan polimenorea, dimana keadaan ini terjadi ketika seorang wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih sering (siklus menstruasi yang lebih singkat dari 21 hari).

Keadaan-keadaan kelainan tersebut tak lain banyak disebabkan oleh gangguan hormon. Walau dalam beberapa kasus, keadaan demikian tersebut merupakan indikator dari beberapa keadaan status kesehatan dari organ kewanitaan.

Penting diingat, proses haid atau menstruasi adalah proses yang alamiah, sedikit banyak anomali keadaan diluar normal merupakan indikator keadaan status kesehatan organ kewanitaan seorang wanita. Bijaksananya, setiap ada keadaan yang dirasa diluar kewajaran, segera konsultasikan dan periksakan diri Anda ke dokter kepercayaan Anda.

Serba Serbi Siklus Haid

Sikuls menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium (indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu siklus folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi.

Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:
  1. FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH
  2. LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH
  3. PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin

Gambar 2. Siklus Hormonal

Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel yang terangsang namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari 1, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang membuat estrogen.

Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis.

Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen.

Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones, suatu hormon gonadotropik).

Korpus luteum menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan.

Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:

  1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah
  2. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)
  3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)

Siklus ovarium :

  1. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap untuk proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi panjang siklus menstruasi keseluruhan
  2. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka waktu rata-rata 14 hari

Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus menstruasi normal:

  1. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH) berada pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal siklus sebelumnya
  2. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir dari korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini merupakan pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium
  3. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran FSH hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan level estradiol, tetapi pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis (respon bifasik)
  4. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon LH yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon progesteron
  5. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang menyebabkan terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase transisi dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke luteal
  6. Kedar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai fase pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus luteum
  7. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa sudah terjadi ovulasi
  8. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus luteum dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya.[](TRH)

Minggu, 04 April 2010

Dasar-dasar Siklus Menstruasi

Selama beberapa hari tiap bulan, kamu mungkin merasa kembung dan moody. Ini biasanya adalah tanda-tanda dimulainya siklus menstruasi kamu, ketika masa menstruasi atau datang bulan muncul. Buat kebanyakan wanita, hal ini terjadi setiap bulan. Tapi buat yang lain, mens ngga selalu teratur seperti itu.

Berapa lama sih biasanya Siklus Menstruasi itu?
Biasanya berlangsung selama 28 hari, tapi untuk sebagian cewe, siklusnya bisa lebih pendek atau malah lebih panjang. Siklus yang lamanya antara 21 sampai 35 hari sih masih bisa dibilang normal. Hari pertama dari siklus adalah hari pertama dimulainya menstruasi kamu. Dan siklusnya berakhir sehari sebelum dimulainya masa menstruasi berikutnya.

Apa yang biasanya terjadi selama siklus berlangsung?
Setiap bulan, setelah berakhirnya masa menstruasimu, otak kamu mengirimkan sinyal ke sel-sel telur yang tersimpan di ovarium, dan menyuruh mereka untuk terus tumbuh. Dari ratusan sel telur yang tersimpan di ovarium, hanya satu aja yang bakal dilepas setiap bulannya. Sel telur ini akan berjalan ke saluran falopii, tempat dia menunggu untuk ketemuan dan bersatu dengan sperma. Proses ini disebut fertilisasi. Kalau fertilisasi terjadi, kehamilan akan terjadi. Tapi kalau hal ini ngga terjadi, sel telur akan hancur sendiri.

Saat sel telur berjalan ke saluran falopii, lapisan dinding rahim kamu sudah dipersiapkan oleh ovarium untuk menerima kemungkinan terjadinya kehamilan. Hormon-hormon yang dilepaskan oleh ovarium bakal bikin lapisan dinding rahim ini lebih tebal dan meningkatkan jumlah dan ukuran pembuluh darah supaya rahim siap menerima sel telur yang sudah dibuahi. Kalau fertilisasi nggak terjadi, lapisan tebal tadi akan luruh dari dinding rahim. Masa menstruasi kamu dimulai ketika lapisan yang luruh ini melewati serviksmu dan menuju ke vagina.

Jumat, 02 April 2010

Mengapa Wanita saat ini mudah terjangkiti infeksi jamur & bakteri saat menstruasi ?

Ditandai dengan semakin banyak wanita yang mengalami keputihan, kekuningan, gatal-gatal, bau tak sedap dll yang menimbulkan rasa tidak nyaman saat menstruasi.

Hal ini disebabkan banyaknya bakteri ditemukan pada pembalut wanita biasa, yang dibuat dari bahan baku tidak berkualitas.

Sebagaimana kita ketahui bersama, pembalut wanita adalah produk sekali pakai, karena itulah kebanyakan produsen mendaur ulang bahan baku kertas bekas, kardus bekas, pulp/serbuk kayu - untuk dijadikan bahan dasar pembalut wanita untuk menghemat biaya produksi.

Dalam proses daur ulang ini banyak bahan kimia digunakan untuk menghilangkan bau, memutihkan/bleaching, dan proses sterilisasi kuman - sehingga dari proses tersebut justru timbul suatu zat = zat Dioxin, yang sangat berbahaya terhadap reproduksi wanita

Zat Dioxin

Adalah zat yang timbul sebagai hasil sampingan dari proses kimia (bleaching/pemutihan, dsb) yang digunakan pada pabrik pembalut wanita, tissue, sanitary pad, bahkan diaper.
Para ahli kanker Internasional serta Badan Kesehatan Dunia menyatakan bahwa zat dioxin dapat menyebabkan kanker.

Mengapa Wanita saat ini banyak mengalami Kanker Rahim, Kanker Payudara, Kanker Serviks, Kanker Ovarium, Myom, dan Kista ?

The tampon Safety and Research Act of 1999, H.R. 890 USA 1999 (Kongres tentang Penelitian dan Keamanan Tampon di Amerika Serikat tahun 1999) menyatakan bahwa zat Dioxin dan serat sintesis yang terkandung dalam pembalut wanita & produk sejenis beresiko tinggi terhadap kesehatan wanita, termasuk resiko terhadap : Kanker Rahim, Kanker Serviks, Kanker Payudara, Kanker Ovarium, penurunan sistem kekebalan tubuh, myom, kista, dll.

Bagaimana Zat Dioxin bisa meresap ke dalam rahim wanita ?

Bila darah haid jatuh ke permukaan pembalut, zat dioxin akan dilepaskan melalui proses penguapan. Pertama, akan mengenai permukaan vagina, kemudian akan diserap ke dalam rahim melalui saluran serviks, lalu masuk ke uterus, kemudian melalui tuba fallopi, dan berakhir di ovarium.

Metabolisme dan daya tahan tubuh wanita berbeda-beda, sehingga efek zat Dioxin pun ada yang langsung merasakan, ada pula yang setelah beberapa lama baru menimbulkan dampak penyakit yang sangat berbahaya.
Banyak wanita terjangkit infeksi vagina disebabkan oleh pemakaian pembalut yang tidak berkualitas. Jika seorang wanita terjangkit infeksi vagina sejak usia 20 tahun, maka sedikitnya 6 tahun hidupnya akan dihabiskan untuk pengobatan & perawatan infeksinya

Rabu, 31 Maret 2010

Jangan Anggap Remeh Kanker Serviks


Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker serviks. Jadi, jangan lagi memandang ancaman penyakit ini dengan sebelah mata. Beberapa hal yang wajib Anda ketahui tentang kanker serviks.

1. Apa itu kanker serviks?
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu, bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh.

2. Seberapa berbahaya penyakit ini?
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya, kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut.

3. Apa penyebabnya?
Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Virus ini memiliki lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang menyebabkan kanker serviks dan paling fatal akibatnya adalah virus HPV tipe 16 dan 18. Namun, selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama.

4. Bagaimana penularannya?
Penularan virus HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital. Karenanya, penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit.

5. Apa saja gejalanya?
Pada tahap awal, penyakit ini tidak menimbulkan gejala yang mudah diamati. Itu sebabnya, Anda yang sudah aktif secara seksual amat dianjurkan untuk melakukan tes pap smear setiap dua tahun sekali. Gejala fisik serangan penyakit ini pada umumnya hanya dirasakan oleh penderita kanker stadium lanjut. Yaitu, munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding), keputihan yang berlebihan dan tidak normal, perdarahan di luar siklus menstruasi, serta penurunan berat badan drastis. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.

Senin, 29 Maret 2010

Kanker Ovarium

Kanker epitel ovarium atau dikenal dengan kanker indung telur yang berasal dari sel epitel merupakan 90% kasus dari seluruh kanker indung telur. Kanker indung telur merupakan penyebab kematian ke-5 terbanyak di Amerika Serikat dan merupakan salah satu dari 7 keganasan tersering di seluruh dunia. Kanker indung telur memiliki angka kematian yang tinggi, dari 23.100 kasus baru kanker indung telur, sekitar 14.000 atau separuh lebih wanita meninggal karena penyakit ini. Kanker epitel ovarium jarang didapatkan pada wanita berusia <>

Gambar : Kanker Ovarium

Faktor Risiko

Penyebab kanker ovarium masih diteliti, namun beberapa faktor yang berkaitan peningkatan risiko dari penyakit ini adalah:

  1. Faktor risiko individual. Usia > 40 tahun, baru memiliki anak 1 atau tidak memiliki anak, riwayat kanker payudara atau kanker endometrium sebelumnya, dan riwayat keluarga dengan kanker dapat meningkatkan angka kejadian kanker ovarium. Memiliki anak lebih dari 1, penggunaan kontrasepsi pil minimal 1 tahun (faktor proteksi bertambah dengan penggunaan setiap tahunnya), riwayat menyusui, pengikatan saluran tuba, dan histerektomi (pengangkatan rahim) berkaitan dengan penurunan risiko dari kanker ovarium
  2. Riwayat keluarga. Wanita dengan riwayat keluarga memiliki kanker payudara, indung telur, endometrium, atau usus besar memiliki peningkatan risiko untuk kanker ovarium.
  3. Faktor lingkungan. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa asupan makanan yang mengandung lemak hewani seperti daging, ayam, dalam jumlah banyak dapat meningkatkan risiko mendapat kanker ovarium. Penurunan risiko berkaitan dengan konsumsi sayuran, vitamin A, dan vitamin C
  4. Faktor reproduksi. Memiliki anak lebih dari 1, penggunaan kontrasepsi pil, riwayat menyusui, pengikatan saluran tuba, dan histerektomi (pengangkatan rahim) berkaitan dengan penurunan risiko dari kanker ovarium

Penyebab

Penyebab dari kanker ovarium adalah multifaktor. Teori pertama menerangkan mengenai trauma minor yang berlangsung terus menerus selama siklus ovulasi (siklus pengeluaran telur setiap bulannya), teori kedua menerangkan mengenai pajanan indung telur terhadap hormon gonadotropin dapat meningkatkan risiko keganasan. Teori ketiga menerangkan mengenai karsinogen (zat yang dapat merangsang terjadinya keganasan) dapat berkontak dengan indung telur melalui saluran reproduksi.

Deteksi dan Pencegahan

  1. Kriteria untuk skrining yang efektif

Sampai saat ini belum ada alat yang secara efektif dan efisien dalam mendeteksi dini kanker ovarium

  1. Pemeriksaan panggul rutin per tahun. Pemeriksaan ini digunakan unutk mendeteksi dini kanker ovarium namun tidak memiliki sensitivitas yang tinggi
  2. Antigen kanker 125 (CA-125). Antigen ini diekspresikan oleh 80% epitel nonmusinous kanker ovarium. Kadar lebih tinggi dari 35 U/ml adalah abnormal
  3. Ultrasonografi transvaginal. Alat ini dipertimbangkan untuk alat skrining dikombinasikan dengan pemeriksaaan Doppler
  4. Pencegahan. Apabila seorang wanita melakukan operasi panggul, maka pengambilan indung telur sekaligus akan mencegah risiko kanker ovarium selamanya. Namun perlu diingat risko akan premenopause dini dan penyakit osteoporosis serta jantung yang dapat timbul akibat pengangkatan indung telur. Selain itu pengunaan kontrasepsi pil juga dianjurkan

Tanda dan Gejala

Sebanyak 60% wanita yang didiagnosis menderita kanker ovarium sudah memasuki tahap lanjut dari penyakit ini. Pada umumnya tidak didapatkan gejala dini pada kanker ini, seandainya ada biasanya samar-samar. Gejala tersebut termasuk diantaranya nyeri pada panggul, kembung, mudah lelah, penurunan berat badan, konstipasi (sembelit), perdarahan menstruasi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya suatu massa atau benjolan pada panggul merupakan tanda yang perlu dicurigai.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat memperjelas penyakit ini

Klasifikasi Kanker Ovarium

Kanker ovarium memiliki 4 stadium yaitu :

Stadium

Area

Angka Bertahan Hidup 5 Tahun

I

Kanker pada 1 / 2 ovarium. Kanker dapat ditemukan di permukaan ovarium

93,6%

II

Kanker melibatkan 1/2 ovarium dengan perluasan ke panggul (rahim, saluran tuba, kandung kemih, usus besar)

Tidak ada data

III

Kanker menyebar melebihi rongga panggul ke dinding perut, organ perut, usus kecil, kelenjar getah bening, permukaan hati

68,1%

IV

Fase akhir dari kanker ovarium. Menyebar ke organ yang jauh seperti limpa, paru-paru, hati (bagian dalam)

29,1%

Terapi

Terapi dari kanker ovarium tergantung dari stadium dari penyakit, tipe penyakit (primer atau rekuren ), terapi pilihan, dan kondisi tubuh.

  1. Kanker Ovarium atipikal

Kanker atipikal ini memiliki sifat yang berbeda dari kanker ganas ovarium tipe lainnya. Biasa terdapat pada wanita usia 40 tahun (keganasan pada usia 60 tahun). 20% stadium dini dapat menyebar ke intraabdomen (perut) dan memerlukan terapi operasi. Pasien kanker atipikal ovarium dengan stadium dini yang masih ingin mempertahankan kesuburannya dapat melakukan unilateral salpingo-oophorectomi (operasi pengangkatan indung telur yang mengandung kanker)

  1. Stadium dini kanker ovarium

Stadium dini kanker ovarium adalah stadium I dan II. Terapi yang dapat dilakukan pada stadium ini adalah operasi (total abdominal histerektomi, bilateral salpingo-oophorektomi), kemoterapi (pada kasus dengan angka kesembuhan rendah, diberikan setelah operasi), dan radiasi

  1. Stadium Lanjut kanker ovarium

Stadium ini selalu membutuhkan terapi operasi yang optimal diikuti kemoterapi setelah operasi untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup. Radiasi seluruh bagian perut (whole abdominal radiation) dapat menjadi alternatif dari kemoterapi

  1. Kanker ovarium yang kambuh

Pasien dengan kanker ovarium yang kambuh adalah kandidat untuk dilakukan operasi yang kedua kalinya dengan kemoterapi menggunakan agen yang berbeda. Terapi hormonal juga dapat digunakan. Terapi yang masih dalam penelitian adalah terapi stem sel, imunoterapi menggunakan interferon, dan terapi genetik

Faktor Prognostik

Kemampuan bertahan hidup selama 5 tahun pada pasien dengan kanker ovarium berkisar 30%, namun tergantung dari individu masing-masing, stadium, dan jenis kanker. Pasien dengan stadium I memiliki 90% kemungkinan bertahan selama 5 tahun, sedangkan stadium II sekitar 50-65%, dan stadium III dan IV berkisar 15-20% atau kurang dari 5%.

Kanker Ovarium Non-epitelial

Kanker ini jarang didapatkan dibandingkan kanker ovarium epitel, hanya berkisar 10-15% dari seluruh kasus kanker ovarium. Pada umumnya keganasan pada kanker ini tumbuh cepat dan ditandai dengan nyeri panggul yang akut (tba-tiba, dalam waktu cepat). Nyeri dapat terjadi karena peregangan dari kapsul indung telur, perdarahan, nekrosis (kematian sel), atau puntiran dari indung telur. Benjolan di perut bagian bawah dapat berkisar antar 2-8cm atau lebih besar lagi pada wanita menopause.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan serum hCG dan alfa-fetoprotein, serta laktat dehidrogenase, darah lengkap, serta tes fungsi hati. Pemeriksaan roentgen dada digunakan untuk menyingkirkan penyebaran ke paru. CT-scan dapat digunakan untuk mengetahui penyebaran ke hati atau rongga perut lainnya. Terapi yang dilakukan adalah operasi, kemoterapi, dan radiasi.

Kanker Leher Rahim

Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan penyebab kematian akibat kanker yang terbesar bagi wanita di negara-negara berkembang. Secara global terdapat 600.000 kasus baru dan 300.000 kematian setiap tahunnya, yang hampir 80% terjadi di negara berkembang. Fakta-fakta tersebut membuat kanker leher rahim menempati posisi kedua kanker terbanyak pada perempuan di dunia, dan menempati urutan pertama di negara berkembang. Saat ini, kanker leher rahim menjadi kanker terbanyak pada wanita Indonesia yaitu sekitar 34% dari seluruh kanker pada perempuan dan sekarang 48 juta perempuan Indonesia dalam risiko mendapat kanker leher rahim.

Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada area leher rahim yaitu bagian rahim yang menghubungkan rahim bagian atas dengan vagina. Usia rata-rata kejadian kanker leher rahim adalah 52 tahun, dan distribusi kasus mencapai puncak 2 kali pada usia 35-39 tahun dan 60 – 64 tahun.

Kanker leher rahim sendiri merupakan keganasan yang dapat dicegah karena :

  1. Memiliki masa preinvasif (sebelum menjadi keganasan) yang lama
  2. Pemeriksaan sitologi (sel) untuk mendeteksi dini kanker leher rahim sudah tersedia
  3. Terapi lesi preinvasif (bibit keganasan) cukup efektif


Gambar 1. Lokasi Kanker Leher Rahim

Faktor risiko

  1. Ras

Pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker leher rahim meningkat sebanyak 2 kali dari Amerika Hispanik. Sedangkan untuk ras Asia-amerika memiliki angka kejadian yang sama dengan warga Amerika. Hal ini berkaitan dengan faktor sosioekonomi

  1. Faktor seksual dan reproduksi

Hubungan seksual pertama kali sebelum usia 16 tahun berkaitan dengan peningkatan risiko kanker leher rahim 2 kali dibandingkan wanita yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun. Kanker leher rahim juga berkaitan dengan jumlah partner seksual. Semakin banyak partner seksual maka semakin meningkat risiko kanker leher rahim. Peningkatan paritas (jumlah kehamilan) juga merupakan faktor risiko kanker leher rahim

  1. Merokok

Merokok merupakan penyebab penting terjadinya kanker leher rahim jenis karsinoma sel skuamosa. Faktor risiko meningkat 2 kali dengan risiko tertinggi didapatkan pada orang yang merokok dalam jangka waktu lama dengan intensitas yang tinggi (jumlah yang banyak)

  1. Kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan risiko kanker leher rahim sebanyak 2 kali. Penggunaan metode kontrasepsi barrier (penghalang), terutama yang menggunakan kombinasi mekanik dan hormon memperlihatkan penurunan angka kejadian kanker leher rahim yang diperkirakan karena penurunan paparan terhadap agen penyebab infeksi

  1. Kondisi imunosupresi (penurunan kekebalan tubuh)

Pada wanita imunokompromise (penurunan kekebalan tubuh) seperti transplantasi ginjal dan HIV, dapat mengakselerasi (mempercepat) pertumbuhan sel kanker dari noninvasif menjadi invasif (tidak ganas menjadi ganas)

  1. Infeksi HPV (Human Papilloma Virus)

Penelitian epidemiologi memperlihatkan bahwa infeksi HPV terdeteksi menggunakan penelitian molekular pada 99,7% wanita dengan karsinoma sel skuamosa karena infeksi HPV adalah penyebab mutasi neoplasma (perubahan sel normal menjadi sel ganas). Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 diantaranya dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Dari sekian tipe HPV yang menyerang anogenital (dubur dan alat kelamin), ada 4 tipe HPV yang biasa menyebabkan masalah di manusia seperti 2 subtipe HPV dengan risiko tinggi keganasan yaitu tipe 16 dan 18 yang ditemukan pada 70% kanker leher rahim serta HPV tipe 6 dan 11, yang menyebabkan 90% kasus genital warts (kutil kelamin)

Skrining

Pemeriksaan secara berkala bagi seluruh wanita terutama yang memiliki faktor risiko menggunakan Pap smear adalah cara yang efektif untuk mendeteksi dini kanker leher rahim dan penanganan lebih awal serta adekuat. Selain pap smear, metode lain adalah inspeksi visual dengan asam asetat (VIA) atau dengan Lugol’s Iodine (VILI) serta HPV-hybrid capture. Tes tersebut mudah dilakukan dan memiliki hasil yang efektif. Skrining dilakukan 3 tahun setelah aktif secara seksual dan diulangi setiap tahunnya.

Gambar 2. Pemeriksaan Pap Smear untuk deteksi dini kanker leher rahim

Tanda dan Gejala

Gejala paling umum dari kanker leher rahim adalah perdarahan abnormal dari vagina atau flek (bercak) vagina. Perdarahan abnormal ini terutama terjadi setelah berhubungan seksual, namun dapat muncul juga perdarahan diantara 2 siklus menstruasi, menoragia, atau bercak / perdarahan postmenopause. Bila perdarahan berlangsung dalam jangka waktu lama maka pasien dapat mengeluh lelah dan lemas karena anemia yang dialaminya. Bercak kekuningan yang encer diikuti dengan bau amis dapat merupakan tanda-tanda keganasan. Gejala biasanya baru muncul ketika sel yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan sekitarnya.

Pada stadium lanjut, pasien dapat mengeluh bercak vagina yang berbau, penurunan berat badan, dan obstruksi (sumbatan) dalam berkemih. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul maka nyeri punggung dapat terjadi diikuti dengan hambatan dalam berkemih serta hidronefrosis (pembesaran ginjal). Gejala kandung kemih maupun rektum (hematuri , hematoschezia <>, fistula) dapat berhubungan dengan penyebaran ke kandung kemih serta rektum pada tumor invasif.

Untuk menjadi kanker serviks dibutuhkan waktu sampai belasan tahun. Lesi (luka atau tanda) dini pada kanker leher rahim dapat berupa lesi indurasi (keras) ataupun ulserasi (luka bernanah), atau daerah yang sedikit elevasi (meninggi) dan bergranul yang mudah berdarah bila disentuh.

Penyebaran penyakit

Kanker leher rahim dapat menyebar ke berbagai macam organ. Diantaranya ke kelenjar getah bening, vagina, kandung kemih, rektum, endometrium (selaput dinding rahim), dan ovarium (indung telur). Masing-masing memberikan gejala yang berbeda-beda. Penyebaran kanker leher rahim pada umumnya melalui peredaran kelenjar getah bening, penyebaran melalui peredaran darah jarang terjadi.

Stadium

International of Gynecology and Obstetrics (FIGO) staging system digunakan untuk evaluasi dan diagnosis dari kanker leher rahim berdasarkan gejala yang terjadi.

Stadium berdasarkan FIGO :

Stadium I. Kanker leher rahim hanya terdapat pada daerah leher rahim (serviks)

  • Stadium IA. Kanker invasive didiagnosis melalui mikroskopik (menggunakan mikroskop), dengan penyebaran sel tumor mencapai lapisan stroma tidak lebih dari kedalaman 5 mm dan lebar 7 mm
    • Stadium IA1. Invasi lapisan stroma sedalam 3 mm atau kurang dengan lebar 7 mm atau kurang
    • Stadim IA2. Invasi stroma antara 3- 5 mm dalamnya dan dengan lebar 7 mm atau kurang
  • Stadium IB. tumor yang terlihat hanya terdapat pada leher rahim atau dengan pemeriksaan mikroskop lebih dalam dari 5 mm dengan lebar 7 mm
    • Stadium IB1. Tumor yang terlihat sepanjang 4 cm atau kurang
    • Stadium IB2. Tumor yang terlihat lebih panjang dari 4 cm

Stadium II. Kanker meluas keluar dari leher rahim namun tidak mencapai dinding panggul. Penyebaran melibatkan vagina 2/3 bagian atas.

  • Stadium IIA. Kanker tidak melibatkan jaringan penyambung (parametrium) sekitar rahim, namun melibatkan 2/3 bagian atas vagina
  • Stadium IIB. Kanker melibatkan parametrium namun tidak melibatkan dinding samping panggul

Stadium III. Kanker meluas sampai ke dinding samping panggul dan melibatkan 1/3 vagina bagian bawah. Stadium III mencakup kanker yang menghambat proses berkemih sehingga menyebabkan timbunan air seni di ginjal dan berakibat gangguan ginjal

  • Stadium IIIA. Kanker melibatkan 1/3 bagian bawah vagina namun tidak meluas sampai dinding panggul
  • Stadium IIIB. Kanker meluas sampai dinding samping vagina yang menyebabkan gangguan berkemih sehingga berakibat gangguan ginjal

Stadium IV. Tumor menyebar sampai ke kandung kemih atau rectum, atau meluas melampaui panggul

  • Stadium IVA. Kanker menyebar ke kandung kemih atau rectum
  • Stadium IVB. Kanker menyebar ke organ yang jauh

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan radiologi dada, ginjal, dan tulang, serta biopsi.

Gambar 3. Biopsi Kerucut pada Serviks (leher rahim)

Terapi

Operasi dan terapi radiasi adalah 2 modalitas utama di dalam penanganan kanker leher rahim invasif. Pada umumnya, operasi terbatas pada pasien dengan stadium I dan IIA, sementara radiasi dapat dilakukan pada semua stadium dari penyakit. Kemoterapi merupakan penanganan pada pasien dengan stadium IVB atau mereka dengan kanker yang rekuren (sering kambuh) yang tidak dapat dilakukan terapi radiasi maupun operasi. Masing-masing stadium memiliki pilihan terapi utama yang dilakukan.

Pencegahan dan Deteksi Dini

Tidak seperti Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya yang menyebar melalui cairan tubuh, HPV merupakan virus yang menyebar melalui kontak dari kulit ke kulit, karena itu penggunaan kondom tidak sepenuhnya efektif karena kondom tidak meliputi seluruh area kulit dimana HPV dapat ditemukan.

Deteksi dini terutama adalah melakukan pemeriksaan skrining secara teratur 1 tahun sekali untuk mengetahui lesi prekanker. Pencegahan yang dilakukan adalah menghindari faktor risiko diatas.

Vaksin HPV

Vaksin HPV saat ini sudah digunakan untuk mencegah kanker leher rahim dan kutil kelamin karena HPV. Vaksin tersebut bekerja dengan cara melindungi dari 4 tipe HPV yang paling sering menyebabkan penyakit, yaitu tipe 6, 11, 16, dan 18, tipe yang menyebabkan 70% kanker leher rahim dan 90% kutil kelamin. Vaksin tersebut dikeluarkan oleh U.S.Foods and Drugs Administration (FDA) pada tahun 2006 dan sudah dinyatakan aman untuk wanita berusia 9 – 26 tahun.

Vaksin diberikan dalam 3 dosis dalam periode 6 bulan yaitu pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Belum diketahui keefektifannya pada wanita yang hanya menerima 1 atau 2 dosis saja. Karena ini sangat penting diberikan 3 dosis penuh untuk para wanita. Keefektifan vaksin HPV menurut penelitian diperkirakan selama 5 tahun, seberapa lama vaksin ini dapat memberikan efek perlindungan masih belum jelas.

Sebaiknya vaksin diberikan sebelum kontak seksual pertama atau sebelum wanita terekspos dengan HPV. Hal ini disebabkan karena vaksin mencegah penyakit pada wanita yang belum terkena satu atau beberapa tipe HPV yang dapat dilindungi oleh vaksin. Vaksin ini tidak bekerja terlalu efektif pada wanita yang sudah memiliki virus HPV di dalam tubuhnya sebelum menerima vaksin. Efek samping paling umum adanya nyeri ketika disuntikkan.

Vaksin ini belum direkomendasikan pada wanita hamil karena masih sedikit informasi mengenai keamananya pada wanita hamil. Vaksin HPV ini hanya bersifat melindungi dari paparan yang belum terjadi, dan bukan untuk mengobati. Skrining tetap diperlukan setelah memperoleh vaksin HPV karena vaksin tidak melindungi untuk semua tipe HPV.

Gambar 4. Gardasil, Vaksin HPV